Kerajaan Kutai
Posted by Ivan Sujatmoko 38 comments
Kerajaan Kutai merupakan kerajaan Hindu tertua di Indonesia.
Kerajaan Kutai diperkirakan muncul pada abad 5 M atau ± 400 M. Kerajaan ini
terletak di Muara Kaman, Kalimantan Timur (dekat kota Tenggarong), tepatnya di
hulu sungai Mahakam. Nama Kutai diambil dari nama tempat ditemukannya prasasti
yang menggambarkan kerajaan tersebut. Nama Kutai diberikan oleh para ahli
karena tidak ada prasasti yang secara jelas menyebutkan nama kerajaan ini.
Karena memang sangat sedikit informasi yang dapat diperoleh akibat kurangnya
sumber sejarah.
Keberadaan kerajaan tersebut diketahui berdasarkan sumber
berita yang ditemukan yaitu berupa prasasti yang berbentuk yupa / tiang batu
berjumlah 7 buah. Yupa yang menggunakan huruf Pallawa dan bahasa sansekerta
tersebut, dapat disimpulkan tentang keberadaan Kerajaan Kutai dalam berbagai
aspek kebudayaan, antara lain politik, sosial, ekonomi, dan budaya. Adapun isi
prasati tersebut menyatakan bahwa raja pertama Kerajaan Kutai bernama Kudungga.
Ia mempunyai seorang putra bernama Asawarman yang disebut sebagai wamsakerta
(pembentuk keluarga). Setelah meninggal, Asawarman digantikan oleh Mulawarman.
Penggunaan nama Asawarman dan nama-nama raja pada generasi berikutnya
menunjukkan telah masuknya pengaruh ajaran Hindu dalam Kerajaan Kutai dan hal
tersebut membuktikan bahwa raja-raja Kutai adalah orang Indonesia asli yang
telah memeluk agama Hindu.
A. SISTEM POLITIK KERAJAAN KUTAI
Dalam kehidupan politik seperti yang dijelaskan dalam yupa
bahwa raja terbesar Kutai adalah Mulawarman, putra Aswawarman dan Aswawarman
adalah putra Kudungga. Dalam yupa juga dijelaskan bahwa Aswawarman disebut
sebagai Dewa Ansuman/Dewa Matahari dan dipandang sebagai Wangsakerta atau
pendiri keluarga raja. Hal ini berarti Asmawarman sudah menganut agama Hindu
dan dipandang sebagai pendiri keluarga atau dinasti dalam agama Hindu. Untuk
itu para ahli berpendapat Kudungga masih nama Indonesia asli dan masih sebagai
kepala suku, yang menurunkan raja-raja Kutai. Dalam kehidupan sosial terjalin
hubungan yang harmonis/erat antara Raja Mulawarman dengan kaum Brahmana,
seperti yang dijelaskan dalam yupa, bahwa raja Mulawarman memberi sedekah
20.000 ekor sapi kepada kaum Brahmana di dalam tanah yang suci bernama Waprakeswara.
Istilah Waprakeswara–tempat suci untuk memuja Dewa Siwa di pulau Jawa disebut
Baprakewara.

Raja Kudungga
Raja Kudungga adalah raja pertama yang berkuasa di Kerajaan
Kutai. Tetapi, apabila dilihat dari nama raja yang masih menggunakan nama
Indonesia, para ahli berpendapat bahwa pada masa pemerintahan Raja Kudungga
pengaruh Hindu baru masuk ke wilayahnya. Kedudukan Raja Kudungga pada awalnya
adalah kepala suku. Dengan masuknya pengaruh Hindu, ia mengubah struktur
pemerintahannya menjadikerajaan dan mengangkat dirinya menjadi raja, sehingga
pergantian raja dilakukan secara turun-temurun.
Aswawarman
Aswawarman mungkin adalah raja pertama Kerajaan Kutai yang
bercorak Hindu. Ia juga diketahui sebagai pendiri dinasti Kerajaan Kutai
sehingga diberi gelar Wangsakerta, yang artinya pembentuk keluarga. Aswawarman
memiliki 3 orang putera, dan salah satunya adalah Mulawarman. Putra Aswawarman
adalah Mulawarman. Dari yupa diketahui bahwa pada masa pemerintahan Mulawarman,
Kerajaan Kutai mengalami masa keemasan. Wilayah kekuasaannya meliputi hampir
seluruh wilayah Kalimantan Timur. Rakyat Kutai hidup sejahtera dan makmur.
Kerajaan Kutai seakan-akan tak tampak lagi oleh dunia luar karena kurangnya
komunikasi dengan pihak asing, hingga sangat sedikit yang mendengar namanya.
Mulawarman
Mulawarman adalah anak Aswawarman dan cucu Kundungga. Nama
Mulawarman dan Aswawarman sangat kental dengan pengaruh bahasa Sanskerta bila
dilihat dari cara penulisannya. Sementara itu Kundungga adalah pembesar dari
Kerajaan Campa (Kamboja) yang datang ke Indonesia. Kundungga sendiri diduga
belum menganut agama Hindu. Mulawarman adalah raja terbesar dari Kerajaan
Kutai. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Kutai mengalami masa yang gemilang.
Rakyat hidup tenteram dan sejahtera.
Hanya ketiga raja tersebut yang tertulis dalam prasasti
Yupa. Sementara itu raja-raja lain setelah Mulawarman belum diketahui secara
pasti karena keterbatasan sumber sejarah.
B. KEHIDUPAN MASYARAKAT KERAJAAN KUTAI
Kehidupan sosial di Kerajaan Kutai merupakan terjemahan dari
prasasti-prasasti yang ditemukan oleh para ahli. Diantara terjemahan tersebut
adalah sebagai berikut:
Masyarakat di
Kerajaan Kutai tertata, tertib dan teratur.
Masyarakat di
Kerajaan Kutai memiliki kemampuan beradaptasi dengan budaya luar (India),
mengikuti pola perubahan zaman dengan tetap memelihara dan melestarikan
budayanya sendiri.
Kehidupan ekonomi di Kutai, tidak diketahui secara pasti,
kecuali disebutkan dalam salah satu prasasti bahwa Raja Mulawarman telah mengadakan
upacara korban emas dan tidak menghadiahkan sebanyak 20.000 ekor sapi untuk
golongan Brahmana. Tidak diketahui secara pasti asal emas dan sapi tersebut
diperoleh. Apabila emas dan sapi tersebut didatangkan dari tempat lain, bisa
disimpulkan bahwa kerajaan Kutai telah melakukan kegiatan dagang. Jika dilihat
dari letak geografis, Kerajaan Kutai berada pada jalur perdagangan antara Cina
dan India. Kerajaan Kutai menjadi tempat yang menarik untuk disinggahi para
pedagang. Hal tersebut memperlihatkan bahwa kegiatan perdagangan telah menjadi
bagian dari kehidupan masyarakat Kutai, disamping pertanian.
Sementara itu dalam kehidupan budaya dapat dikatakan
kerajaan Kutai sudah maju. Hal ini dibuktikan melalui upacara penghinduan
(pemberkatan memeluk agama Hindu) yang disebut Vratyastoma. Vratyastoma
dilaksanakan sejak pemerintahan Aswawarman karena Kudungga masih mempertahankan
ciri-ciri keIndonesiaannya, sedangkan yang memimpin upacara tersebut, menurut
para ahli, dipastikan adalah para pendeta (Brahmana) dari India. Tetapi pada
masa Mulawarman kemungkinan sekali upacara penghinduan tersebut dipimpin oleh
kaum Brahmana dari orang Indonesia asli. Adanya kaum Brahmana asli orang
Indonesia membuktikan bahwa kemampuan intelektualnya tinggi, terutama penguasaan
terhadap bahasa Sansekerta yang pada dasarnya bukanlah bahasa rakyat India
sehari-hari, melainkan lebih merupakan bahasa resmi kaum Brahmana untuk masalah
keagamaan.
C. RUNTUHNYA KERAJAAN KUTAI
Kerajaan Kutai berakhir saat Raja Kutai yang bernama Maharaja
Dharma Setia tewas dalam peperangan di tangan Raja Kutai Kartanegara ke-13, Aji
Pangeran Anum Panji Mendapa. Perlu diingat bahwa Kutai ini (Kutai Martadipura)
berbeda dengan Kerajaan Kutai Kartanegara yang ibukotanya pertama kali berada
di Kutai Lama (Tanjung Kute). Kutai Kartanegara inilah, di tahun 1365, yang
disebutkan dalam sastra Jawa Negarakertagama. Kutai Kartanegara selanjutnya
menjadi kerajaan Islam yang disebut Kesultanan Kutai Kartanegara.
Description: kerajaan kutai, kutai, kerajaan hindu budha
0 komentar:
Post a Comment