Friday, January 27, 2017
Apa itu Shaken Baby Syndrome?
Apa itu Shaken Baby Syndrome?
Shaken Baby Syndrome atau Battered Baby Syndrome adalah salah satu tipe trauma kepala yang terjadi ketika bayi diguncangkan dengan keras atau kasar.
Shaken Baby Syndrome sendiri merupakan salah satu bentuk kekerasan pada anak.
Ketika seorang anak atau bayi diguncangkan dengan keras maka otak akan terpelanting kedepan dan kebelakang membentur tulang tengkorak.
Hal ini dapat menyebabkan memar pada otak (contusio), pembengkakan, tekanan dan perdarahan pada otak.
Hal ini paling sering terjadi pada anak berusia kurang dari 2 tahun tetapi dapat juga ditemukan pada anak berusia diatas 5 tahun.
Shaken Baby Syndrome dapat menyebabkan kebutaaan, tuli, gangguan belajar atau gangguan perkembangan, lumpuh, kejang dan kematian.
Bagaimana Shaken Baby Syndrome terjadi ? Biasanya pelaku merupakan orang tua yang sedang marah atau pengasuh anak yang sedang berusaha menenangkan anak yang sedang menangis atau rewel.
Tidak seperti trauma kepala yang lain, Shaken Baby Syndrome terjadi karena guncangan yang keras terhadap anak. Otak bayi relatif lebih kecil daripada kepalanya dan lebih lemah dibandingkan otak dewasa.
Kepala bayi pun lebih besar dan berat proporsinya dibandingkan tubuhnya, ditambah otot leher pada bayi belum cukup kuat untuk menopang leher. Jadi ketika bayi diguncangkan secara kasar, lehernya akan tersentak, dan kepalanya terdorong ke depan dan belakang sehingga terjadi mekanisme akselerasi-deselerasi di otak, kemudian jaringan pembuluh darah di otak dapat robek dan mengakibatkan perdarahan.
Yang harus diperhatikan bahwa Shaken Baby Syndrome TIDAK disebabkan guncangan ringan atau guncangan ketika bermain bersama anak.
Apa saja gejala dan tandanya? Gejala dapat bervariasi dari ringan sampai berat yaitu kejang, kesadaran berkurang, perubahan perilaku, mengantuk yang berlebihan, apatis, kehilangan penglihatan, tidak bernafas, kulit yang pucat, kehilangan nafsu makan, muntah yang proyektil, perdarahan pada mata, dan pincang. Selain itu juga dapat ditemukan tanda-tanda trauma seperti pembengkakan dan perdarahan pada daerah kepala. Mungkin juga tidak terdapat tanda-tanda trauma. Pada beberapa kasus sulit untuk menegakkan diagnosis.
Untuk menegakkan diagnosis Shaken Baby Syndrome, dokter biasanya mencari adanya perdarahan retina, subdural hematom (perdarahan di otak) dan peningkatan ukuran kepala yang mengindikasikan akumulasi berlebihan cairan pada jaringan otak. CT Scan dan MRI biasanya digunakan untuk membantu menunjukkan letak kelainan di otak.
Bagaimana pengobatannya ? Pengobatan biasanya bersifat darurat untuk menyelamatkan hidup bayi dengan tindakan penyelamatan hidup seperti pemberian oksigen dan operasi untuk menghentikan perdarahan dalam dan perdarahan otak.
Bagaimana mencegah terjadinya shaken baby syndrome ?
-Jangan pernah mengguncangkan bayi atau anak saat bermain ataupun ketika marah
-Jangan memegang anak anda ketika anda sedang bertengkar
-Ketika anda sedang merasa terganggu atau jengkel dengan bayi anda, letakkan dia di ranjangnya dan cobalah untuk menenangkan diri. Mintalah bantuan orang lain bila anda tidak dapat menenangkan diri.
-Pengasuh anak dan keluarga harus menemui konsultan bila terdapat kesulitan menghadapi bayi atau anak yang rewel.
-Jangan berdiam diri jika anda mengetahui adanya kekerasan pada anak di lingkungan anda.
Dalam perbandingan dengan trauma kepala lainnya pada bayi, trauma akibat bayi terguncang memiliki gejala sisa yang lebih buruk. Kebanyakan bayi atau anak yang selamat dari guncangan yang keras akan menderita gangguan neurologis atau gangguan mental, seperti cerebral palsy atau retardasi mental.
Bayi atau anak dengan Shaken Baby Syndrome membutuhkan perawatan dalam waktu lama. Shaken Baby Syndrome ini merupakan kasus trauma kepala pada bayi yang JARANG TERJADI tetapi dapat bersifat FATAL BILA TERJADI. Pengetahuan orangtua dan pengasuh anak dalam merawat anak dapat mencegah hal ini terjadi.
Artikel Terkait:
",widgetStyle:1,homePage:"http://www.dte.web.id",numPosts:7,summaryLength:370,titleLength:"auto",thumbnailSize:72,noImage:"data:image/png;base64,iVBORw0KGgoAAAANSUhEUgAAAAEAAAABCAIAAACQd1PeAAAAA3NCSVQICAjb4U/gAAAADElEQVQImWOor68HAAL+AX7vOF2TAAAAAElFTkSuQmCC",containerId:"related-post",newTabLink:false,moreText:"Baca Selengkapnya",callBack:function(){}};for(var f in relatedPostConfig){d[f]=(relatedPostConfig[f]=="undefined")?d[f]:relatedPostConfig[f]}var j=function(a){var b=m.createElement("script");b.type="text/javascript";b.src=a;k.appendChild(b)},o=function(b,a){return Math.floor(Math.random()*(a-b+1))+b},l=function(a){var p=a.length,c,b;if(p===0){return false}while(--p){c=Math.floor(Math.random()*(p+1));b=a[p];a[p]=a[c];a[c]=b}return a},e=(typeof labelArray=="object"&&labelArray.length>0)?"/-/"+l(labelArray)[0]:"",h=function(b){var c=b.feed.openSearch$totalResults.$t-d.numPosts,a=o(1,(c>0?c:1));j(d.homePage.replace(/\/$/,"")+"/feeds/posts/summary"+e+"?alt=json-in-script&orderby=updated&start-index="+a+"&max-results="+d.numPosts+"&callback=showRelatedPost")},g=function(z){var s=document.getElementById(d.containerId),x=l(z.feed.entry),A=d.widgetStyle,c=d.widgetTitle+'- ',b=d.newTabLink?' target="_blank"':"",y='',v,t,w,r,u;if(!s){return}for(var q=0;q
- "+y+" "}else{if(A==5){c+='
- '+w+""+y+" "}else{if(A==6){c+='
- "+w+''+u+""+y+""}else{c+='
- "+w+" "}}}}}s.innerHTML=c+="
/g," ").replace(/<.*?>/g,"").replace(/[<>]/g,"").substring(0,d.summaryLength)+"…":"";for(var p=0,a=x[q].link.length;p"+w+''+u+' "+d.moreText+""+y+""}else{if(A==3||A==4){c+='
0 komentar:
Post a Comment